Senin, 07 April 2014

Ragam Bahasa, Disatukan SATU Bahasa Indonesia



Pentingnya peran bahasa dalam kehidupan manusia sebagai alat untuk menyampaikan pikiran maupun perasaan. Tanpa bahasa -lisan atau tulisan- manusia seakan terhenti, tidak berperadaban, atau setidaknya sulit saling berhubungan. Bahasa, itulah yang disebut seorang Filsuf Perancis, Henry Bergson, sebagai penanda kesadaran manusia. Selain waktu, bahasa menjadi penanda kesadaran manusia yang berfungsi untuk mengutarakan, mengungkap dan menyampaikan kesadaran atau pemahaman tertentu manusia. Bahasa bukanlah sesuatu yang terbentuk dengan proses yang singkat. Bukan pula menjadi suatu yang seragam meski serumpun. Itulah bahasa, berkembang sesuai dengan kebudayaan dan situasi lokal di mana ia muncul dan berkembang.

Bahasa merupakan salah satu unsur identitas nasional. Bahasa dipahami sebagai sistem perlambangan yang secara arbiter dibentuk atas unsur-unsur bunyi ucapan manusia dan digunakan sebagai sarana berinteraksi manusia. Di Indonesia terdapat beragam bahasa daerah yang mewakili banyaknya suku-suku bangsa atau etnis.           

Mengacu pada data Pusat Bahasa Kementrian Pendidikan dan Pariwisata, Indonesia memiliki 442 bahasa daerah atau lokal (Kompas, 26/05/2009). Data yang diperoleh melalui penelitian antara tahun 2006-2008 tersebut berbeda dengan data yang dimunculkan oleh Summer Institute of Lingustic (SIL) yang menyebut Indonesia memiliki 743 bahasa daerah. Data keduanya menunjukkan kekayaan bahasa daerah yang dimiliki oleh masyarakat Indonesia. Nyaris tidak ada negara di dunia yang memiliki kompleksitas dan keragaman bahasa, seperti Indonesia

Bahasa Indonesia secara historis atau sejarah merupakan varian dari bahasa melayu yang kini juga digunakan di berbagai negara yang luas meliputi Indonesia, Singapura, Brunei Darussalam, Malaysia, bagian selatan Thailand, bagian selatan Filipina, dan beberapa tempat di Afrika Selatan. 

Bahasa Indonesia lahir pada tanggal 28 Oktober 1928. pada saat itu, para pemuda dari berbagai pelosok Nusantara berkumpul dalam kerapatan Pemuda dan berikrar (1) bertumpah darah yang satu, tanah Indonesia, (2) berbangsa yang satu, bangsa Indonesia, dan (3) menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia. Ikrar para pemuda ini dikenal dengan nama Sumpah Pemuda.

Bahasa Indonesia dinyatakan kedudukannya sebagai bahasa negara pada tanggal 18 Agustus 1945 karena pada saat itu Undang-Undang Dasar 1945 disahkan sebagai Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia. Dalam Undang-Undang Dasar 1945 disebutkan bahwa Bahasa negara ialah bahasa Indonesia (Bab XV, Pasal 36).
Keputusan Kongres Bahasa Indonesia II tahun 1954 di Medan, antara lain, menyatakan bahwa bahasa Indonesia berasal dari bahasa Melayu. Bahasa Indonesia tumbuh dan berkembang dari bahasa Melayu yang sejak zaman dulu sudah dipergunakan sebagai bahasa perhubungan (lingua franca) bukan hanya di Kepulauan Nusantara, melainkan juga hampir di seluruh Asia Tenggara.

Bahasa Melayu mulai dipakai di kawasan Asia Tenggara sejak abad ke-7. Bukti yang menyatakan itu ialah dengan ditemukannya prasasti di Kedukan Bukit berangka tahun 683 M (Palembang), Talang Tuwo berangka tahun 684 M (Palembang), Kota Kapur berangka tahun 686 M (Bangka Barat), dan Karang Brahi berangka tahun 688 M (Jambi). Prasasti itu bertuliskan huruf Pranagari berbahasa Melayu Kuna. Bahasa Melayu Kuna itu tidak hanya dipakai pada zaman Sriwijaya karena di Jawa Tengah (Gandasuli) juga ditemukan prasasti berangka tahun 832 M dan di Bogor ditemukan prasasti berangka tahun 942 M yang juga menggunakan bahasa Melayu Kuna.

 
Pada zaman Sriwijaya, bahasa Melayu dipakai sebagai bahasa kebudayaan, yaitu bahasa buku pelajaran agama Budha. Bahasa Melayu juga dipakai sebagai bahasa perhubungan antarsuku di Nusantara dan sebagai bahasa perdagangan, baik sebagai bahasa antarsuku di Nusantara maupun sebagai bahasa yang digunakan terhadap para pedagang yang datang dari luar Nusantara.

Informasi dari seorang ahli sejarah Cina, I-Tsing, yang belajar agama Budha di Sriwijaya, antara lain, menyatakan bahwa di Sriwijaya ada bahasa yang bernama Koen-louen (I-Tsing:63,159), Kou-luen (I-Tsing:183), K’ouen-louen (Ferrand, 1919), Kw’enlun (Alisjahbana, 1971:1089). Kun’lun (Parnikel, 1977:91), K’un-lun (Prentice, 1078:19), yang berdampingan dengan Sanskerta. Yang dimaksud Koen-luen adalah bahasa perhubungan (lingua franca) di Kepulauan Nusantara, yaitu bahasa Melayu.

Perkembangan dan pertumbuhan bahasa Melayu tampak makin jelas dari peninggalan kerajaan Islam, baik yang berupa batu bertulis, seperti tulisan pada batu nisan di Minye Tujoh, Aceh, berangka tahun 1380 M, maupun hasil susastra (abad ke-16 dan ke-17), seperti Syair Hamzah Fansuri, Hikayat Raja-Raja Pasai, Sejarah Melayu, Tajussalatin, dan Bustanussalatin.
Bahasa Melayu menyebar ke pelosok Nusantara bersamaan dengan menyebarnya agama Islam di wilayah Nusantara. Bahasa Melayu mudah diterima oleh masyarakat Nusantara sebagai bahasa perhubungan antarpulau, antarsuku, antarpedagang, antarbangsa, dan antarkerajaan karena bahasa Melayu tidak mengenal tingkat tutur.

Bahasa Melayu dipakai di mana-mana di wilayah Nusantara serta makin berkembang dan bertambah kukuh keberadaannya. Bahasa Melayu yang dipakai di daerah di wilayah Nusantara dalam pertumbuhannya dipengaruhi oleh corak budaya daerah. Bahasa Melayu menyerap kosakata dari berbagai bahasa, terutama dari bahasa Sanskerta, bahasa Persia, bahasa Arab, dan bahasa-bahasa Eropa. Bahasa Melayu pun dalam perkembangannya muncul dalam berbagai variasi dan dialek.

Perkembangan bahasa Melayu di wilayah Nusantara mempengaruhi dan mendorong tumbuhnya rasa persaudaraan dan persatuan bangsa Indonesia. Komunikasi antarperkumpulan yang bangkit pada masa itu menggunakan bahasa Melayu. Para pemuda Indonesia yang tergabung dalam perkumpulan pergerakan secara sadar mengangkat bahasa Melayu menjadi bahasa Indonesia, yang menjadi bahasa persatuan untuk seluruh bangsa Indonesia.

Secara Sosiologis kita bisa mengatakan bahwa Bahasa Indonesia resmi di akui pada Sumpah Pemuda tanggal 28 Oktober 1928. Hal ini juga sesuai dengan butir ketiga ikrar sumpah pemuda yaitu “Kami putra dan putri Indonesia menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia.”  Namun secara Yuridis Bahasa Indonesia diakui pada tanggal 18 Agustus 1945 atau setelah Kemerdekaan Indonesia.

Kebangkitan nasional telah mendorong perkembangan bahasa Indonesia dengan pesat. Peranan kegiatan politik, perdagangan, persuratkabaran, dan majalah sangat besar dalam memodernkan bahasa Indonesia. Proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia, 17 Agustus 1945, telah mengukuhkan kedudukan dan fungsi bahasa Indonesia secara konstitusional sebagai bahasa negara. Kini bahasa Indonesia dipakai oleh berbagai lapisan masyarakat Indonesia, baik di tingkat pusat maupun daerah.

Selain itu, dalam Bahasa Indonesia juga terdapat banyak kata serapan yang berasal dari berbagai bahasa seperti bahasa belanda, inggris, arab, sanskerta-jawa kuno, tionghoa, portugis, jawa, sunda dsb. Karena Bahasa Indonesia merupakan bahasa terbuka yang menyerap kata dari bahasa lainnya.

Itulah sedikit tentang sejarah bahasa indonesia, bahasa yang kita gunakan saat ini. Bahasa yang menjadi pemersatu bangsa yang lambat laun penggunaanya mulai dikemal luas oleh masyarakat dunia, seperti vietnam yang menjadikan bahasa indonesia sebagai bahasa kedua mereka serta masih banyak lagi negara yang mempelajari bahasa indonesia karena latar belakang sejarah indonesia tentunya. Semoga suatu saat nanti bahasa indonesia menjadi bahasa internasional yang digunakan oleh seluruh penduduk dunia.

Kekayaan bahasa ini merupakan sebuah modal sosial yang juga mengandung tantangan. Tantangan terbesar pada soal keragaman bahasa ini terkait dengan kelestarian masing-masing bahasa. Idealnya, penggunaan bahasa Indonesia yang bertujuan untuk menghubungkan masyarakat antar kebudayaan di Indonesia, tidak menyebabkan kepunahan bahasa lokal atau daerah. Sudah menjadi kewajiban semua pihak untuk turut menjaga kekayaan kebudayaan Indonesia ini.

Tentu tidak seorang pun ingin suatu ketika kelak jenis keragaman bahasa ini hanya menjadi sejarah yang tidak bisa terus dipertahankan. Pemerintah, masyarakat pemilik bahasa, dan seluruh masyarakat Indonesia lain berkewajiban sama untuk melestarikan ragam kekayaan bahasa ini.  Pendokumentasian, kampanye penggunaan bahasa lokal hingga pemasukan pelajaran bahasa lokal ke dalam kurikulum dan rencana strategis pendidikan menjadi kian dibutuhkan.

Cintai bahasa Indonesia dengan gunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar.

 http://goo.gl/KZlwDU