Pentingnya peran bahasa dalam kehidupan manusia sebagai alat
untuk menyampaikan pikiran maupun perasaan. Tanpa bahasa -lisan atau tulisan-
manusia seakan terhenti, tidak berperadaban, atau setidaknya sulit saling
berhubungan. Bahasa, itulah yang disebut seorang Filsuf Perancis, Henry
Bergson, sebagai penanda kesadaran manusia. Selain waktu, bahasa menjadi
penanda kesadaran manusia yang berfungsi untuk mengutarakan, mengungkap dan
menyampaikan kesadaran atau pemahaman tertentu manusia. Bahasa bukanlah sesuatu
yang terbentuk dengan proses yang singkat. Bukan pula menjadi suatu yang
seragam meski serumpun. Itulah bahasa, berkembang sesuai dengan kebudayaan dan
situasi lokal di mana ia muncul dan berkembang.
Bahasa
merupakan salah satu unsur identitas nasional. Bahasa dipahami sebagai sistem
perlambangan yang secara arbiter dibentuk atas unsur-unsur bunyi ucapan manusia
dan digunakan sebagai sarana berinteraksi manusia. Di Indonesia terdapat
beragam bahasa daerah yang mewakili banyaknya suku-suku bangsa atau etnis.
Mengacu pada data Pusat Bahasa Kementrian Pendidikan dan
Pariwisata, Indonesia memiliki 442 bahasa daerah atau lokal (Kompas,
26/05/2009). Data yang diperoleh melalui penelitian antara tahun 2006-2008
tersebut berbeda dengan data yang dimunculkan oleh Summer Institute of
Lingustic (SIL) yang menyebut Indonesia memiliki 743 bahasa daerah. Data
keduanya menunjukkan kekayaan bahasa daerah yang dimiliki oleh masyarakat
Indonesia. Nyaris tidak ada negara di dunia yang memiliki kompleksitas dan
keragaman bahasa, seperti Indonesia
Bahasa
Indonesia secara historis atau sejarah merupakan varian dari bahasa melayu yang
kini juga digunakan di berbagai negara yang luas meliputi Indonesia, Singapura,
Brunei Darussalam, Malaysia, bagian selatan Thailand, bagian selatan Filipina,
dan beberapa tempat di Afrika Selatan.
Bahasa Indonesia lahir pada tanggal 28
Oktober 1928. pada saat itu, para pemuda dari berbagai pelosok Nusantara
berkumpul dalam kerapatan Pemuda dan berikrar (1) bertumpah darah yang satu,
tanah Indonesia, (2) berbangsa yang satu, bangsa Indonesia, dan (3) menjunjung
bahasa persatuan, bahasa Indonesia. Ikrar para pemuda ini dikenal dengan nama
Sumpah Pemuda.
Bahasa Indonesia dinyatakan
kedudukannya sebagai bahasa negara pada tanggal 18 Agustus 1945 karena pada
saat itu Undang-Undang Dasar 1945 disahkan sebagai Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia. Dalam Undang-Undang Dasar 1945 disebutkan bahwa Bahasa
negara ialah bahasa Indonesia (Bab XV, Pasal 36).
Keputusan Kongres Bahasa Indonesia II
tahun 1954 di Medan, antara lain, menyatakan bahwa bahasa Indonesia berasal
dari bahasa Melayu. Bahasa Indonesia tumbuh dan berkembang dari bahasa Melayu
yang sejak zaman dulu sudah dipergunakan sebagai bahasa perhubungan (lingua
franca) bukan hanya di Kepulauan Nusantara, melainkan juga hampir di seluruh
Asia Tenggara.
Bahasa Melayu mulai dipakai di kawasan
Asia Tenggara sejak abad ke-7. Bukti yang menyatakan itu ialah dengan
ditemukannya prasasti di Kedukan Bukit berangka tahun 683 M (Palembang), Talang
Tuwo berangka tahun 684 M (Palembang), Kota Kapur berangka tahun 686 M (Bangka
Barat), dan Karang Brahi berangka tahun 688 M (Jambi). Prasasti itu bertuliskan
huruf Pranagari berbahasa Melayu Kuna. Bahasa Melayu Kuna itu tidak hanya
dipakai pada zaman Sriwijaya karena di Jawa Tengah (Gandasuli) juga ditemukan
prasasti berangka tahun 832 M dan di Bogor ditemukan prasasti berangka tahun
942 M yang juga menggunakan bahasa Melayu Kuna.
Pada zaman Sriwijaya, bahasa Melayu
dipakai sebagai bahasa kebudayaan, yaitu bahasa buku pelajaran agama Budha.
Bahasa Melayu juga dipakai sebagai bahasa perhubungan antarsuku di Nusantara
dan sebagai bahasa perdagangan, baik sebagai bahasa antarsuku di Nusantara
maupun sebagai bahasa yang digunakan terhadap para pedagang yang datang dari
luar Nusantara.
Informasi dari seorang ahli sejarah
Cina, I-Tsing, yang belajar agama Budha di Sriwijaya, antara lain, menyatakan
bahwa di Sriwijaya ada bahasa yang bernama Koen-louen (I-Tsing:63,159),
Kou-luen (I-Tsing:183), K’ouen-louen (Ferrand, 1919), Kw’enlun (Alisjahbana,
1971:1089). Kun’lun (Parnikel, 1977:91), K’un-lun (Prentice, 1078:19), yang
berdampingan dengan Sanskerta. Yang dimaksud Koen-luen adalah bahasa
perhubungan (lingua franca) di Kepulauan Nusantara, yaitu bahasa Melayu.
Perkembangan dan pertumbuhan bahasa
Melayu tampak makin jelas dari peninggalan kerajaan Islam, baik yang berupa
batu bertulis, seperti tulisan pada batu nisan di Minye Tujoh, Aceh, berangka
tahun 1380 M, maupun hasil susastra (abad ke-16 dan ke-17), seperti Syair Hamzah
Fansuri, Hikayat Raja-Raja Pasai, Sejarah Melayu, Tajussalatin, dan
Bustanussalatin.
Bahasa Melayu menyebar ke pelosok Nusantara bersamaan dengan menyebarnya agama Islam di wilayah Nusantara. Bahasa Melayu mudah diterima oleh masyarakat Nusantara sebagai bahasa perhubungan antarpulau, antarsuku, antarpedagang, antarbangsa, dan antarkerajaan karena bahasa Melayu tidak mengenal tingkat tutur.
Bahasa Melayu menyebar ke pelosok Nusantara bersamaan dengan menyebarnya agama Islam di wilayah Nusantara. Bahasa Melayu mudah diterima oleh masyarakat Nusantara sebagai bahasa perhubungan antarpulau, antarsuku, antarpedagang, antarbangsa, dan antarkerajaan karena bahasa Melayu tidak mengenal tingkat tutur.
Bahasa Melayu dipakai di mana-mana di
wilayah Nusantara serta makin berkembang dan bertambah kukuh keberadaannya. Bahasa
Melayu yang dipakai di daerah di wilayah Nusantara dalam pertumbuhannya
dipengaruhi oleh corak budaya daerah. Bahasa Melayu menyerap kosakata dari
berbagai bahasa, terutama dari bahasa Sanskerta, bahasa Persia, bahasa Arab,
dan bahasa-bahasa Eropa. Bahasa Melayu pun dalam perkembangannya muncul dalam
berbagai variasi dan dialek.
Perkembangan bahasa Melayu di wilayah
Nusantara mempengaruhi dan mendorong tumbuhnya rasa persaudaraan dan persatuan
bangsa Indonesia. Komunikasi antarperkumpulan yang bangkit pada masa itu
menggunakan bahasa Melayu. Para pemuda Indonesia yang tergabung dalam
perkumpulan pergerakan secara sadar mengangkat bahasa Melayu menjadi bahasa
Indonesia, yang menjadi bahasa persatuan untuk seluruh bangsa Indonesia.
Secara
Sosiologis kita bisa mengatakan bahwa Bahasa Indonesia resmi di akui pada
Sumpah Pemuda tanggal 28 Oktober 1928. Hal ini juga sesuai dengan butir ketiga
ikrar sumpah pemuda yaitu “Kami
putra dan putri Indonesia menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia.”
Namun secara Yuridis Bahasa Indonesia diakui pada tanggal 18 Agustus 1945 atau
setelah Kemerdekaan Indonesia.
Kebangkitan nasional telah mendorong perkembangan bahasa Indonesia dengan pesat. Peranan kegiatan politik, perdagangan, persuratkabaran, dan majalah sangat besar dalam memodernkan bahasa Indonesia. Proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia, 17 Agustus 1945, telah mengukuhkan kedudukan dan fungsi bahasa Indonesia secara konstitusional sebagai bahasa negara. Kini bahasa Indonesia dipakai oleh berbagai lapisan masyarakat Indonesia, baik di tingkat pusat maupun daerah.
Selain itu, dalam Bahasa Indonesia
juga terdapat banyak kata serapan yang berasal dari berbagai bahasa seperti
bahasa belanda, inggris, arab, sanskerta-jawa kuno, tionghoa, portugis, jawa,
sunda dsb. Karena Bahasa Indonesia merupakan bahasa terbuka yang menyerap kata
dari bahasa lainnya.
Itulah sedikit tentang sejarah
bahasa indonesia, bahasa yang kita gunakan saat ini. Bahasa yang menjadi
pemersatu bangsa yang lambat laun penggunaanya mulai dikemal luas oleh
masyarakat dunia, seperti vietnam yang menjadikan bahasa indonesia sebagai
bahasa kedua mereka serta masih banyak lagi negara yang mempelajari bahasa indonesia
karena latar belakang sejarah indonesia tentunya. Semoga suatu saat nanti
bahasa indonesia menjadi bahasa internasional yang digunakan oleh seluruh
penduduk dunia.
Kekayaan bahasa ini merupakan sebuah
modal sosial yang juga mengandung tantangan. Tantangan terbesar pada soal
keragaman bahasa ini terkait dengan kelestarian masing-masing bahasa. Idealnya,
penggunaan bahasa Indonesia yang bertujuan untuk menghubungkan masyarakat antar
kebudayaan di Indonesia, tidak menyebabkan kepunahan bahasa lokal atau daerah.
Sudah menjadi kewajiban semua pihak untuk turut menjaga kekayaan kebudayaan
Indonesia ini.
Tentu tidak seorang pun ingin suatu
ketika kelak jenis keragaman bahasa ini hanya menjadi sejarah yang tidak bisa
terus dipertahankan. Pemerintah, masyarakat pemilik bahasa, dan seluruh
masyarakat Indonesia lain berkewajiban sama untuk melestarikan ragam kekayaan
bahasa ini. Pendokumentasian, kampanye penggunaan bahasa lokal hingga
pemasukan pelajaran bahasa lokal ke dalam kurikulum dan rencana strategis pendidikan
menjadi kian dibutuhkan.
Cintai bahasa Indonesia dengan
gunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar.
http://goo.gl/KZlwDU