Senin, 07 April 2014

Ragam Bahasa, Disatukan SATU Bahasa Indonesia



Pentingnya peran bahasa dalam kehidupan manusia sebagai alat untuk menyampaikan pikiran maupun perasaan. Tanpa bahasa -lisan atau tulisan- manusia seakan terhenti, tidak berperadaban, atau setidaknya sulit saling berhubungan. Bahasa, itulah yang disebut seorang Filsuf Perancis, Henry Bergson, sebagai penanda kesadaran manusia. Selain waktu, bahasa menjadi penanda kesadaran manusia yang berfungsi untuk mengutarakan, mengungkap dan menyampaikan kesadaran atau pemahaman tertentu manusia. Bahasa bukanlah sesuatu yang terbentuk dengan proses yang singkat. Bukan pula menjadi suatu yang seragam meski serumpun. Itulah bahasa, berkembang sesuai dengan kebudayaan dan situasi lokal di mana ia muncul dan berkembang.

Bahasa merupakan salah satu unsur identitas nasional. Bahasa dipahami sebagai sistem perlambangan yang secara arbiter dibentuk atas unsur-unsur bunyi ucapan manusia dan digunakan sebagai sarana berinteraksi manusia. Di Indonesia terdapat beragam bahasa daerah yang mewakili banyaknya suku-suku bangsa atau etnis.           

Mengacu pada data Pusat Bahasa Kementrian Pendidikan dan Pariwisata, Indonesia memiliki 442 bahasa daerah atau lokal (Kompas, 26/05/2009). Data yang diperoleh melalui penelitian antara tahun 2006-2008 tersebut berbeda dengan data yang dimunculkan oleh Summer Institute of Lingustic (SIL) yang menyebut Indonesia memiliki 743 bahasa daerah. Data keduanya menunjukkan kekayaan bahasa daerah yang dimiliki oleh masyarakat Indonesia. Nyaris tidak ada negara di dunia yang memiliki kompleksitas dan keragaman bahasa, seperti Indonesia

Bahasa Indonesia secara historis atau sejarah merupakan varian dari bahasa melayu yang kini juga digunakan di berbagai negara yang luas meliputi Indonesia, Singapura, Brunei Darussalam, Malaysia, bagian selatan Thailand, bagian selatan Filipina, dan beberapa tempat di Afrika Selatan. 

Bahasa Indonesia lahir pada tanggal 28 Oktober 1928. pada saat itu, para pemuda dari berbagai pelosok Nusantara berkumpul dalam kerapatan Pemuda dan berikrar (1) bertumpah darah yang satu, tanah Indonesia, (2) berbangsa yang satu, bangsa Indonesia, dan (3) menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia. Ikrar para pemuda ini dikenal dengan nama Sumpah Pemuda.

Bahasa Indonesia dinyatakan kedudukannya sebagai bahasa negara pada tanggal 18 Agustus 1945 karena pada saat itu Undang-Undang Dasar 1945 disahkan sebagai Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia. Dalam Undang-Undang Dasar 1945 disebutkan bahwa Bahasa negara ialah bahasa Indonesia (Bab XV, Pasal 36).
Keputusan Kongres Bahasa Indonesia II tahun 1954 di Medan, antara lain, menyatakan bahwa bahasa Indonesia berasal dari bahasa Melayu. Bahasa Indonesia tumbuh dan berkembang dari bahasa Melayu yang sejak zaman dulu sudah dipergunakan sebagai bahasa perhubungan (lingua franca) bukan hanya di Kepulauan Nusantara, melainkan juga hampir di seluruh Asia Tenggara.

Bahasa Melayu mulai dipakai di kawasan Asia Tenggara sejak abad ke-7. Bukti yang menyatakan itu ialah dengan ditemukannya prasasti di Kedukan Bukit berangka tahun 683 M (Palembang), Talang Tuwo berangka tahun 684 M (Palembang), Kota Kapur berangka tahun 686 M (Bangka Barat), dan Karang Brahi berangka tahun 688 M (Jambi). Prasasti itu bertuliskan huruf Pranagari berbahasa Melayu Kuna. Bahasa Melayu Kuna itu tidak hanya dipakai pada zaman Sriwijaya karena di Jawa Tengah (Gandasuli) juga ditemukan prasasti berangka tahun 832 M dan di Bogor ditemukan prasasti berangka tahun 942 M yang juga menggunakan bahasa Melayu Kuna.

 
Pada zaman Sriwijaya, bahasa Melayu dipakai sebagai bahasa kebudayaan, yaitu bahasa buku pelajaran agama Budha. Bahasa Melayu juga dipakai sebagai bahasa perhubungan antarsuku di Nusantara dan sebagai bahasa perdagangan, baik sebagai bahasa antarsuku di Nusantara maupun sebagai bahasa yang digunakan terhadap para pedagang yang datang dari luar Nusantara.

Informasi dari seorang ahli sejarah Cina, I-Tsing, yang belajar agama Budha di Sriwijaya, antara lain, menyatakan bahwa di Sriwijaya ada bahasa yang bernama Koen-louen (I-Tsing:63,159), Kou-luen (I-Tsing:183), K’ouen-louen (Ferrand, 1919), Kw’enlun (Alisjahbana, 1971:1089). Kun’lun (Parnikel, 1977:91), K’un-lun (Prentice, 1078:19), yang berdampingan dengan Sanskerta. Yang dimaksud Koen-luen adalah bahasa perhubungan (lingua franca) di Kepulauan Nusantara, yaitu bahasa Melayu.

Perkembangan dan pertumbuhan bahasa Melayu tampak makin jelas dari peninggalan kerajaan Islam, baik yang berupa batu bertulis, seperti tulisan pada batu nisan di Minye Tujoh, Aceh, berangka tahun 1380 M, maupun hasil susastra (abad ke-16 dan ke-17), seperti Syair Hamzah Fansuri, Hikayat Raja-Raja Pasai, Sejarah Melayu, Tajussalatin, dan Bustanussalatin.
Bahasa Melayu menyebar ke pelosok Nusantara bersamaan dengan menyebarnya agama Islam di wilayah Nusantara. Bahasa Melayu mudah diterima oleh masyarakat Nusantara sebagai bahasa perhubungan antarpulau, antarsuku, antarpedagang, antarbangsa, dan antarkerajaan karena bahasa Melayu tidak mengenal tingkat tutur.

Bahasa Melayu dipakai di mana-mana di wilayah Nusantara serta makin berkembang dan bertambah kukuh keberadaannya. Bahasa Melayu yang dipakai di daerah di wilayah Nusantara dalam pertumbuhannya dipengaruhi oleh corak budaya daerah. Bahasa Melayu menyerap kosakata dari berbagai bahasa, terutama dari bahasa Sanskerta, bahasa Persia, bahasa Arab, dan bahasa-bahasa Eropa. Bahasa Melayu pun dalam perkembangannya muncul dalam berbagai variasi dan dialek.

Perkembangan bahasa Melayu di wilayah Nusantara mempengaruhi dan mendorong tumbuhnya rasa persaudaraan dan persatuan bangsa Indonesia. Komunikasi antarperkumpulan yang bangkit pada masa itu menggunakan bahasa Melayu. Para pemuda Indonesia yang tergabung dalam perkumpulan pergerakan secara sadar mengangkat bahasa Melayu menjadi bahasa Indonesia, yang menjadi bahasa persatuan untuk seluruh bangsa Indonesia.

Secara Sosiologis kita bisa mengatakan bahwa Bahasa Indonesia resmi di akui pada Sumpah Pemuda tanggal 28 Oktober 1928. Hal ini juga sesuai dengan butir ketiga ikrar sumpah pemuda yaitu “Kami putra dan putri Indonesia menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia.”  Namun secara Yuridis Bahasa Indonesia diakui pada tanggal 18 Agustus 1945 atau setelah Kemerdekaan Indonesia.

Kebangkitan nasional telah mendorong perkembangan bahasa Indonesia dengan pesat. Peranan kegiatan politik, perdagangan, persuratkabaran, dan majalah sangat besar dalam memodernkan bahasa Indonesia. Proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia, 17 Agustus 1945, telah mengukuhkan kedudukan dan fungsi bahasa Indonesia secara konstitusional sebagai bahasa negara. Kini bahasa Indonesia dipakai oleh berbagai lapisan masyarakat Indonesia, baik di tingkat pusat maupun daerah.

Selain itu, dalam Bahasa Indonesia juga terdapat banyak kata serapan yang berasal dari berbagai bahasa seperti bahasa belanda, inggris, arab, sanskerta-jawa kuno, tionghoa, portugis, jawa, sunda dsb. Karena Bahasa Indonesia merupakan bahasa terbuka yang menyerap kata dari bahasa lainnya.

Itulah sedikit tentang sejarah bahasa indonesia, bahasa yang kita gunakan saat ini. Bahasa yang menjadi pemersatu bangsa yang lambat laun penggunaanya mulai dikemal luas oleh masyarakat dunia, seperti vietnam yang menjadikan bahasa indonesia sebagai bahasa kedua mereka serta masih banyak lagi negara yang mempelajari bahasa indonesia karena latar belakang sejarah indonesia tentunya. Semoga suatu saat nanti bahasa indonesia menjadi bahasa internasional yang digunakan oleh seluruh penduduk dunia.

Kekayaan bahasa ini merupakan sebuah modal sosial yang juga mengandung tantangan. Tantangan terbesar pada soal keragaman bahasa ini terkait dengan kelestarian masing-masing bahasa. Idealnya, penggunaan bahasa Indonesia yang bertujuan untuk menghubungkan masyarakat antar kebudayaan di Indonesia, tidak menyebabkan kepunahan bahasa lokal atau daerah. Sudah menjadi kewajiban semua pihak untuk turut menjaga kekayaan kebudayaan Indonesia ini.

Tentu tidak seorang pun ingin suatu ketika kelak jenis keragaman bahasa ini hanya menjadi sejarah yang tidak bisa terus dipertahankan. Pemerintah, masyarakat pemilik bahasa, dan seluruh masyarakat Indonesia lain berkewajiban sama untuk melestarikan ragam kekayaan bahasa ini.  Pendokumentasian, kampanye penggunaan bahasa lokal hingga pemasukan pelajaran bahasa lokal ke dalam kurikulum dan rencana strategis pendidikan menjadi kian dibutuhkan.

Cintai bahasa Indonesia dengan gunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar.

 http://goo.gl/KZlwDU

Jumat, 28 Desember 2012

"Sahabat, Kita Ini Sama!"


Tak ada satupun karya Tuhan yang gagal. Dia menciptakan manusia sempurna dan melengkapi kehidupannya dengan jalan-jalan damai sejahterah. Tuhan itu selamanya baik, untuk aku, kamu dan kita semua.


Sahabat...
Mungkin saat ini kamu sedang merasakan kekecewaan, karena melihat dirimu secara fisik tak sempurna seperti manusia yang lainnya. Tapi tahu kah kau, bahwa Tuhan tetap mencintaimu.

Kaum disabilitas sering kali dianggap sebelah mata oleh masyarakat pada umumnya. Hingga kini, kehadiran kaum disabilitas masih sering kali diremehkan dan menjadi penghalang bagi kesuksesan kaum mereka. 

Apa itu disabilitas?

Disabilitas diserap dari bahasa Inggris disability dengan bentuk jamak  disabilities yang berarti cacat atau ketidakmampuan. Jika dijabarkan, disabilitas merupakan kondisi di mana seseorang mengalami kekurangan atau ketidaksempurnaan dari segi fisik, mental, atau gabungan dari keduanya. Orang yang mengalami disabilitas disebut penyandang disabilitas.  Sebelumnya, istilah tersebut disebut dengan penyandang cacat. Namun, kata "cacat" dinilai  berkonotasi negatif sehingga perlu ditemukan istilah lain yang baik. Akhirnya, ditemukanlah istilah disabilitas. Penggantian ini disepakati ketika Komnasham dan Kementerian Sosial mengadakan seminar dan  focus group discussion yang diselenggarakan  di Cibinong pada 8-9 januari 2009, di Hotel Ibis Jakarta pada 19-20 Maret 2010, dan di Grand Setiabudhi Hotel Bandung pada 29 Maret-1 April 2010 (kartunet.com, 9/11/2011).

Ada beberapa bentuk disabilitas. Berdasarkan UU RI No.4 Tahun 1997 tentang penyandang cacat, disabilitas terbagi atas tiga kelompok, sebagai berikut (kartunet.com, 10/11/2011)


1. Penyandang Disabilitas Fisik  
    Yaitu individu yang mengalami kelainan fisik seperti kerusakan fungsi organ tubuh dan kehilangan organ sehingga mengakibatkan gangguan fungsi tubuh misalnya gangguan penglihatan, pendengaran, gerak, dan lain-lain.
 
2. Penyandang Disabilitas Mental
    Yaitu individu yang mengalami kelainan mental dan atau tingkah laku akibat bawaan atau penyakit.

3. Penyandang Disabilitas Fisik Mental
    Yaitu individu yang mengalami kelainan gabungan antara fisik dan mental.

Penyebab disabilitas, khususnya fisik, tidak hanya karena bawaan lahir namun juga bisa karena kecelakaan kerja, kecelakaan di jalan raya, atau penyakit. Misalnya saja para tentara perang yang kehilangan tangan atau kaki mereka karena ledakan bom dan ranjau. Bisa juga korban kecelakaan di jalan raya yang parah (khususnya pengendara sepeda motor yang sukanya ga pake helm ke mana-mana) sehingga terpaksa salah satu kakinya diamputasi. Kalau disabilitas dari penyakit misalnya amputasi akibat diabetes akut.

Jumlah penyandang disabilitas cukup banyak. Di Indonesia saja, angka penyandang tersebut  semakin meningkat dari tahun ke tahun. Berdasarkan data yang dilansir oleh Kemenkes tahun 2011 tercatat sebanyak 6,7 juta jiwa atau 3,11%.

VOA Indonesia dalam artikelnya yang berjudul "Laporan WHO dan Bank Dunia Ungkap Hambatan Bagi Penyandang Cacat" pun melansir data yang setali tiga uang.
Berdasarkan Laporan Dunia Mengenai Penyandang Cacat yang dikemukakan oleh WHO dan Bank Dunia dalam situs tersebut menunjukkan bahwa  jumlah penyandang  di dunia mencapai angka satu milliar atau 15% dari seluruh penduduk dunia (voaindonesia.com, 8/6/2011). Angka tersebut sungguh fantastis bila dibandingkan dengan jumlah penduduk di Indonesia khususnya, dan dunia pada umumnya. 
 
Keadilan hukum bagi kaum penyandang cacat (disabilitas) masih jauh dari perhatian. Bahkan, kaum ini merasa hukum masih belum memberikan perlindungan yang layak bagi mereka. Hal ini terlihat dari kebijakan-kebijakan pemerintah yang belum berpihak kepada kaum ini.
 
Untuk sahabat:
 
Sudah selayaknya, kita mulai sadar dan tergerak untuk tidak lagi membedakan. Tak sama bukan berarti berbeda. Berbeda bukan berarti tak satu tujuan. Yuk kita mulai memaksimalkan peran kita sebagai sahabat disabilitas dengan:
 
1. Langkah Pertama
Mulai menyadari bahwa kita dan kaum disabilitas memilki kesempatan yang sama dibidang apapun. Dan setiap orang adalah ciptaan Tuhan yang mulai yang diberikan talenta masing-masing. Jadi berikan kesempatan yang sama.
 
2. Langkah kedua
Mulailah peduli. Sekiranya ketika kita menemui mereka di tempat umum, seperti antrian tiket mungkin sebagai sahabat kita dapat membantu untuk mendahhului mereka, sekedar menuntun melewati anak-anak tangga, ataupun menyebrangi jalan. hal simpel namun mulia.

3.Langkah ketiga
Belajarlah dari kisah-kisah inspiratif para penyandang disabilitas yang sukses. Karena dari situlah akan menggugah kehidupan kita untuk terus bersyukur dan termotivasi untuk hidup lebih baik lagi.

Mungkin anda tidak memiliki sahabat nyata yang mengalami disabilitas. Sahabat disabilitas yang menjadi bagian dalam kehidupan anda. Tapi mulai saat ini, mereka adalah sahabat kita. Meskipun kita tak mengenal secara pribadi. Dalam blog ini saya mengajak sahabat blogger untuk mulai sadar dan peduli bahwa kita sama, meskipun kita dilahirkan berbeda. Tiga langkah sederhana tadi kiranya dapat kita praktekan bersama dalam kehidupan nyata.

Seorang sahabat menaruh kasih setiap waktu, dan menjadi saudara dalam kesesakan.
Maju terus International Day of Person with Disabilities.
Sahabat, kita ini sama! 


Kelestarian Sumber Air Minum - "Saya Perlu, saya harus peduli!"

Dilihat dari peta rupa bumi, air merupakan komponen terbesar di bumi dengan presentase mencapai 70 persen berbanding 30 persen dengan daratan. Dengan presentase sebesar itu, seharusnya manusia tidak perlu khawatir kehabisan pasokan air.

Air merupakan kebutuhan paling dasar bagi makhluk hidup. Dalam kehidupan sehari- hari kebutuhan manusia akan air mencapai 80 persen. Kebutuhan masyarakat akan air dapat dikategorikan dalam dua jenis penggunaan, yaitu berupa konsumsi langsung dan konsumsi tak langsung. Konsumsi langsung berupa penggunaan untuk minum, mandi, cuci, menyiram tanaman dam lainnya, sedang kebutuhan tak langsung terefleksikan dalam besarnya kebutuhan akan barang-barang dan jasa dimana untuk memproduksi barang-barang dan jasa tersebut diperlukan sejumlah sumberdaya air. 

Namun faktanya, di Indonesia masalah air bersih merupakan masalah yang tak berujung. Dari mulai masalah kelangkaan air sampai pada ketidaktersediaan air bersih akibat hujan, banjir dan longsor. (http://www.detikmaya.com/2012/03/indonesia-terancam-krisis-air-bersih.html)

Beberapa berita mengenai kelangkaan air berseih menjadi sorotan yang cukup parah di negeri kita tercinta ini. Lihat saja beberapa berita mengenai kelangkaan air bersih di Indonesia yang terjadi pada tahun 2012, diantaranya Jawa Tengah (http://www.metrotvnews.com/read/news/2012/08/05/101046/Kekeringan-Makin-Parah-di-Jateng)

Mengapa terjadi kelangkaan?
1. Sampah
 Sumber gambar: (www.google.com)
Masalah sampah memang bukan hal baru. Sepertinya kurangnya kesadaran warga Indonesia untuk membuang sampah pada tempatnya menjadi faktor utama menumpuknya sampah pada tempat-tempat yang tidak seharusnya. Hasilnya banyak saluran air yang mampet akibat tumpukan sampah tersebut dam pada akhirnya siklus airpun menjadi tercemar dan tidak sehat lagi. Banjir tidak dapat dihindarkan lagi, dan manusiapun akan kekurangan air bersih.
2. Limbah
Seiring berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi baru, bahan deterjen dan sabun ditemukan sebagai pelengkap pembersihan, baik untuk badan maupun peranti sehari-hari.  Namun, air bekas campuran bahan detergen dan sabun tersebut akan menghasilkan limbah. Sehingga tak jarang kita menemukan sungai ataupun waduk yang berbau tidak sedap dan berwana sangat pekat.
Studi Kasus Kelangkaan air bersih

Beberapa waktu yang lalu, ketika pulang kampung untuk berlibur. Rekan saya menceritakan sulitnya mendapatkan air bersih di rumahnya. Air yang keluar dari keran terlihat tidak jernih. Jadi sangat tidak sehat untuk dikonsumsi.

Sebagai contoh, dalam blog kali ini saya akan mengajak sobat blogger untuk mengkaji masalah kelangkaan air bersih yang ada di daerah saya yaitu Lombok, Nusa Tenggara Barat.
Masalah kelangkaan sumberdaya air di Pulau Lombok dewasa ini telah mendapat perhatian banyak pihak, termasuk pemerintah, LSM, akademisi dan masyarakat luas. Meningkatnya permintaan sumberdaya air sebagai akibat makin meningkatnya jumlah penduduk, pembangunan ekonomi, dan konsen terhadap kebutuhan lingkungan di satu sisi, dan makin berkurangnya ketersediaan sumberdaya air sebagai akibat dari perubahan iklim, rusaknya hutan sebagai daerah tangkapan air, rendahnya recharge (tingginya run-off), dan tingginya biaya infrastruktur di sisi lain, telah menyebabkan tekanan dan kelangkaan sumberdaya air terus meningkat.
Tabel  Potensi dan Kebutuhan Air Pulau Lombok Tahun 2004
No.
SWSS
Potensi (juta m3/th)
Kebutuhan (juta m3/Tahun)
Neraca
(juta m3 per th)
Air Permukaan
Air Tanah
Jumlah
Domestik
Pertanian
Industri
Lain
Jumlah
1.
Dodokan
1 167.0
536.0
1 703.0
120.21
1 576.99
643.27
585.12
2 925.59
-1 222.61
2.
Jelateng
198.0
113.0
311.0
7.08
55.52
0.00
15.65
78.25
232.75
3.
Menanga
532.0
232.4
764.4
34.95
523.59
189.13
186.82
934.58
-170.18
4.
Putih
1 015.0
147.6
1162.6
17.71
162.78
0.00
45.12
225.61
936.99
Jumlah
2 912.0
1 029.0
3941
179.95
2 318.87
832.92
832.81
4 164.03
-223.00










Sumber : Dinas Kimpraswil Propinsi NTB, 2004 dan Dinas Pertambangan dan Energi 2004.

Kebutuhan air Wilayah Nusa Tenggara Barat mengalami peningkatan signifikan terutama pada periode 1999-2011, dimana kebutuhan air meningkat lebih dari sepuluh kali lipat, dari 26 mP3P per detik menjadi 365 mP3P per detik, dan diprediksi pada tahun 2015 meningkat 45%, dan 12% pada tahun 2020 (ESCAP, 2000). Penggunaan air masih didominasi untuk kebutuhan irigasi (56%), dan karena NTB merupakan daerah pemasok beras nasional, jumlah permintaan air terus meningkat sebesar 8.9% per tahun seiring dengan semakin intensifnya program peningkatan produksi pangan. Kebutuhan air untuk kepentingan domestik juga mengalami peningkatan. Jumlah sambungan air minum PDAM meningkat rata-rata sebesar 6% per tahun, sedang total konsumsi air meningkat dengan rata-rata peningkatan 8% per tahun (Sa’diyah, 2007). 

Pesatnya pembangunan sektor pariwisata selama dua dasawarsa terakhir, dan maraknya pertumbuhan perusahaan air minum kemasan baik yang merupakan perusahaan lokal maupun delokalisasi perusahaan nasional telah menyebabkan eksploitasi sumberdaya air meningkat lebih tajam. Kebutuhan air mencapai 4.16 milyar mP3P yang terdiri dari 2.32 milyar mP3P untuk sektor pertanian, 832.92 juta mP3P untuk sektor industri, 179.95 juta mP3 Puntuk sektor domestik, dan 832.81 juta mP3P untuk kebutuhan lainnya (Dinas Kimpraswil Propinsi NTB, 2004).

Menurut data Dinas Pertambangan Propinsi Nusa Tenggara Barat tahun 2004 jumlah ketersediaan air (3.941 milyar mP3P per tahun) masih lebih kecil dibandingkan kebutuhannya (4.164 milyar mP3P per tahun). Neraca Air Pulau Lombok mengalami defisit sebesar 223.03 juta mP3P per tahun, sehingga untuk memenuhi kebutuhan tersebut dilakukan pengambilan stok air tanah (Balai Hidrologi Dinas Kimpraswil Propinsi NTB, 2004). Kenyataan ini mengindikasikan perlunya pengelolaan sumberdaya air secara efisien, baik pengelolaan dari sisi permintaan maupun dari sisi penyediaan, agar kelestarian sumberdaya air dapat terjaga.

Dalam memenuhi kebutuhan air minum dan air sehat masyarakat Kota Mataram dihadapkan pada beberapa alternatif pemenuhan yaitu dengan menggunakan air sumur, air layanan PDAM Menang, air galon isi ulang, dan air produksi perusahaan air minum kemasan. Keputusan pilihan sumber pemenuhan air minum dan air bersih tersebut membawa konsekuensi ekonomi dan kualitas (resiko kesehatan) yang berbeda. Dengan mengkonsumsi air sumur konsumen harus mengeluarkan biaya investasi pembuatan sumur, pompa beserta instalasi, biaya eksploitasi dan biaya pengolahan (merebus), dan untuk mengkonsumsi air PDAM konsumen harus membayar biaya sambung, biaya abunemen dan biaya pemakaian air, sedang untuk konsumsi air isi ulang dan air minum kemasan konsumen harus membayar sebesar harga barang tersebut di pasar. Konsumen beranggapan bahwa kualitas (dilihat dari kontaminan dan kandungan zat-zat yang tidak diinginkan seperti kapur dan endapan lainnya) air minum kemasan lebih tinggi dari air lainnya, disusul air galon isi ulang, air PDAM dan air sumur.

Survey terdahulu menunjukkan bahwa lebih dari 50% masyarakat kota Mataram menerima layanan PDAM Menang, namun karena kualitas air PDAM dianggap masih belum memenuhi standar kesehatan dan karena alasan kepraktisanmaka 31% diantaranya menggunakan air galon untuk memenuhi kebutuhan air minumnya, sedang hampir setengah penduduk sisanya tergantung pada air sumur. Total konsumsi air PDAM mencapai 16.95 juta mP3 Pper tahun dengan rata-rata konsumsi air PDAM sebesar 65 mP3P per kapita per tahun. Sedang konsumsi air galon baik yang diproduksi oleh perusahaan air minum kemasan maupun depot isi ulang sebanyak 1.6175 juta galon (untuk kebutuhan Pulau Lombok) atau 6–10 galon per rumahtangga per tahun dengan pengeluaran rata-rata Rp 600 000 per rumahtangga per tahun (Sa’diyah, 2007).

Tingginya tingkat kelangkaan sumberdaya air di Pulau Lombok telah menyebabkan kompetisi alokasi penggunaan sumberdaya tersebut semakin meningkat dan pada tingkat tertentu dapat menimbulkan konflik, baik konflik antar sektor maupun antar wilayah pengguna. Konflik antar petani dan PDAM Menang serta perusahaan air minum kemasan pernah terjadi beberapa kali dan di beberapa lokasi sumber air karena kebutuhan irigasi yang selama ini dipenuhi dari sumber mata air tertentu menjadi berkurang hingga mengganggu sistem usahatani. Konflik antar wilayah pengguna juga pernah terjadi karena masyarakat yang berada di sekitar sumber (daerah hulu), yang selama ini dituntut untuk menjaga kelestarian kawasan hutan sebagai daerah resapan air dan dipersalahkan jika terjadi kelangkaan air akibat rusaknya hutan, kurang mendapat alokasi sumberdaya air yang memadai. Sedang masyarakat di kawasan hilir yang selama ini banyak menikmati sumberdaya air, dianggap tidak memberi kontribusi finansial yang cukup berarti bagi upaya konservasi sumber mata air. Kebijakan otonomi daerah di tingkat kabupaten yang memberi wewenang setiap kabupaten untuk mengelola sumberdaya alamnya secara otonom dapat memicu konflik antar wilayah dalam pengelolaan sumberdaya air. Sifat air yang mengalir tidak terbatas pada ruang, mengharuskan adanya koordinasi antar wilayah secara baik.
Gejala kelangkaan sumberdaya air di Pulau Lombok haruslah diantisipasi sedini mungkin, mengingat pemenuhan terhadap kebutuhan air masyarakatnya sangat tergantung pada satu sumber (kawasan Gunung Rinjani), maka jika kelestariannya tidak dapat dijaga, opportunity cost (misalnya biaya desalinasi air laut) yang harus ditanggung oleh masyarakat kemungkinan akan lebih tinggi dibandingkan dengan biaya konservasi sumber air yang ada
Permasalahan-permasalahan di atas mendasari pentingnya kajian terhadap upaya pelestarian sumberdaya air dan pengelolaan sumberdaya air secara baik. Masalah alokasi sumberdaya yang efisien dan adil, baik antar sektor pengguna, antar spasial, dan antar generasi, sehingga dicapai kegunaan yang maksimal bagi masyarakat belakang ini menjadi issue yang sedang berkembang dan menarik perhatian banyak pihak, baik secara lokal, nasional maupun internasional. Demikian juga diperlukan pegembangan teknik penetapan harga (water pricing) yang tepat bagi terlaksananya alokasi sumberdaya secara efisien, yang akan merupakan kunci penting dalam pengelolaan sumberdaya air yang efisien, adil dan berkelanjutan (sustainable).

Pentingnya menjaga kelestarian sumberdaya air melalui keseimbangan antara permintaan dan ketersediaan sumberdaya menjadikan pentingnya pendekatan model pengelolaan sumberdaya air yang mengintegrasikan unsur kepemilikan sumberdaya (resource endowment), sektor produksi yang menggunakan air sebagai input dalam proses produksi, dan rumahtangga sebagai konsumen akhir yang mengkonsumsi air sebagai kebutuhan langsung, dan air maya (virtual water) yang terkandung di dalam barang dan jasa yang dikonsumsinya.

Penelitian tentang pengelolaan sumberdaya air telah banyak dilakukan dengan berbagai topik, pendekatan, tujuan dan model matematik yang digunakan. Permasalahan efisiensi penggunaan dan optimasi alokasi sumberdaya air menjadi issue paling dominan (Bielsa and Duarte, 2001; Reca et al., 2001; Salman et al., 2001; Wardlaw and Bhaktikul, 2001); selain water pricing dan valuasi sumberdaya air, property right dan kelembagaan. Model pengelolaan yang dibangun meliputi permasalahan pengelolaan sumberdaya air dengan sumber air tunggal maupun multi sumber (Syaukat, 2000), sektor pengguna tunggal maupun multi pengguna, satu wilayah maupun antar wilayah, satu tujuan maupun multi tujuan (Xevi, 2005), serta model matematika statis maupun dinamik. Tujuan pengelolaan juga dapat berupa pencapaian manfaat sosial maupun individu yang maksimal. Namun pendekatan dan model yang dibangun dalam alokasi sumberdaya air tidak mempertimbangkan kepentingan pemenuhan kebutuhan konsumen akan barang dan jasa yang dalam proses produksi memerlukan sumberdaya air.

Dari studi kasus diatas tentu menimbulkan pertanyaan yang besar dibenak kita. Pasalnya Lombok, Nusa Tenggara Barat merupakan suatu daerah yang belum mengalami perkembangan kemajuan teknologi dan pembangunan daerah namun memiliki masalah kelangkaan air bersih. Bisa dibayangkan bukan krisis air bersih yang ada di kota-kota besar seperti Jakarta karena pembangunannya yang sangat pesat.
Oleh karena ini, sejak dini seharusnya kita memiliki kesadaran untuk mempersiapakan cadangan air bagi generasi penerus kita.
Apa yang harus kita lakukan?

Sungai-sungai kotor, banjir, dan kurangnya penyerapan air bersih inilah yang menjadi penyebab kelangkaan air bersih. Maka dari itu, dibutuhkan kesadaran masyarakat akan pentingnya penghematan air dan water harvesting (penyimpanan air) mulai dari sekarang. Adapun cara menghemat dan menyimpan air yang mudah:
1. Buanglah sampah pada tempatnya.
 2. Peliharalah lingkungan dengan menanam tanaman, maupun pepohonan di halaman rumah anda.
 3. Lakukan pembuatan Rainwater harversting.
Rainwater harvesting adalah sebuah cara untuk menyimpan air dengan menyimpan air hujan, baik dengan pembentukan kolam, danau, dan tanah resapan. Air yang ‘dipanen’ dari air hujan tersebut dapat digunakan untuk kebutuhan air tingkat 2, seperti mencuci mobil, flushing toilet, dan menyiram tanaman. Hal ini sangat menguntungkan karena selain pemilik tanah tidak kekurangan air, menyimpan air seperti ini dapat mengurangi beban saluran kota dalam menampung  dan mengalirkan limpahan air hujan.
Sistem ini cukup mudah dibuat, yaitu dengan membuat penangkap air, yang kemudian diberi beberapa filter penyaring air, seperti pasir, kerikil, sabut kelapa, dan sebagainya. Lalu, air yang telah disaring dapat ditampung untuk selanjutnya digunakan untuk beberapa kegiatan yang telah disebutkan tadi. Sangat efektif untuk menghemat air tanah yang semakin lama semakin langka.

Gambar di atas adalah salah satu sistem dalam rainwater harvesting, dengan menggunakan atap sebagai penangkap air. Sistem juga dapat lagsung dibuat di atas tanah, misalnya danau, green swale, dan sebagainya.
4. Gunakan teknologi yang menunjang  penyediaan air bersih dengan harga yang ekonomis.
Salah satu produk terkenal dan sudah terjamin adalah Pureit dari Unilever. Pureit bekerja dengan teknologi canggih 4-tahap pemurnian air “Teknologi Germkill” untuk menghasilkan air sehat yang benar-benar aman terlindungi sepenuhnya dari bakteri dan virus.

Pureit ini dapat menjadi Perlindungan Menyeluruh Dari Kuman.
 Produk ini sudah mendapat legalitas dan jaminan dari dunia.

Mudah kan sobat blogger untuk mendapatkan air bersih yang sehat. Mulai sekarang yuk menjaga "Kelestarian Sumber Air Minum" untuk kita dan anak cucu kita nanti.
"Saya Perlu, Saya harus peduli!"